Oleh: Rangga Sujali
Judul: Swargantara
Baca juga:
Mimpi Jadi Presiden!
|
Minggu, 26 Desember 2021
BANYUMAS - Dikisahkan negeri tua para rahayatnya asyik bernostalgia. Kagum dengan kehebatan leluhur, dari dongeng sang dhalang yang hanya tahu sekuku-hitam. Pun hanya kulit yang jauh dari daging, apa lagi sungsum sari kehidupan. Terpukau, terpana, lalu menepuk dada.
“Leluhur kami yang paling.. bla.. bla.. bla.. Lihat saja bukti peninggalan sejarah yang terserak dari ujung ke ujung pulau..”
Minum kopi arabica, dijarinya terselip kretek dengan tar tinggi dan saus impor. Menatap, menentang langit, seperti tengah mabuk kecubung. Duduk bersila jumawa, badan diluruskan, pundak ditegakkan.
Gagah, limbung, menyeringai, tak bernyali. Sedikit tahu seolah paham betul. Miris. Literasi dari media online, tak jelas betul sumbernya. Ditambah “wisik” hasil halusinasi karena kenyang perut, tidur nyenyak, dan visualisasi sesat. Sempurna.
Lalu di seberang sana, tuan-tuan imperialis terpingkal. Bukti sejarah mana yang kalian baca? Kitab dan artefak sudah kami angkut dan amankan, di tempat yang kalian tak mampu menjangkau. Yang kami sisakan terlalu jauh dari akal pikir. Kami bayar para punggawa dan cendikia untuk mengarang cerita.
Tentang saudara tua yang datang membawa tawaran kemakmuran dunia dan kejayaan di surga. Fatamorgana. Kami terbahak, terpingkal melihat pandir kalian dengan hemat akal dan miskin pikir, seolah mencerna alur yang kami buat.
14 abad kami tanamkan chipset program di otak-otak kecil yang jarang dipakai. Efek ekstasi luar biasa. Saling bunuh sambil tertawa, meratapi kesedihan dengan menari cha-cha, saling menghisap darah saudara. Tak kenal lagi etika-norma. Terus saja ke barat, hingga lupa darat. Lanjutkan memaki sambil onani.
Lambat-laun, merangsek, mencuci otak, memasukkan faham baru. Budaya luhurmu terkikis habis. Kepercayaan dan keyakinan yang bahkan kadang membuta, dengan tawaran keindahan surgawi, meluluh-lantakan tatanan adab. Keagungan Tuhan yang dulu di posisi tak tergapai akal, kini diajak bertransaksi.
Satu hal, kami gagal membuka key word yang dipasang di artefak. Kakek-moyang kalian selangkah lebih maju karena ketulusan akal Budi, pengetahuan tentang DNA/RNA, penyimpanan data dan daya, serta pengetahuan tentang keenergian. Kami mengaku kalah. Tapi kami pintar mengubah perilaku anak-cucunya.
Kalian sibuk belajar tentang sesuatu yang kami kemas menjadi komoditas. Seolah kami selangkah lebih maju, padahal kami belajar banyak dari keutamaan negeri kaya-raya. Swargantara yang gemah Ripah loh jinawi, yang hari ini kami buat lumpuh dengan isu-isu. Memanfaatkan euforia sebuah teknologi kecil bernama gadget.
Yaa.. Hari ini dewamu gadget yang tahu segala. Dengan mudah menyelesaikan beberapa masalah. Menebar isu yang seolah benar adanya. Merusaki moral sedari kecil. Sistimatis dan terstruktur. Dan kalian hanya menunduk, seperti bayi dielus bokongnya, dinina-bobo. Tak kunjung terjaga bahwa suatu ketika, isi otak kalian sudah beda. Tampilan kalian tampak indah. Tapi lupa keluhuran Budi para pendiri. Kalian lupa dengan Sangkan paraning dumadi.
Wangsamu luhur, luruh-lantak. Tak mudah memang membuat peradaban baru. Tapi keseriusan kami berhasil menjerumuskan kalian.